Belitung Timur|Satamexpose.com
– Terkait
kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang kajian pemetaan dan analisis
sosial penambangan timah di perairan laut Olivier, Kabupaten Belitung Timur yang
digelar oleh Lembaga Lingkar Resolusi Indonesia (LiResIndo) di Hotel
Grand Hatika Tanjungpandan, Kabupaten Belilitung, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, dihadiri beberapa kepala desa, tokoh masyarakat dan perwakilan
nelayan, Kamis (10/3).
Namun kegiatan tersebut ternyata digelar secara tertutup. Ini diketahui ketika awak media hendak meliput kegiatan itu dilarang untuk meliputya.
Merasa penasaran, awak media akhirnya menghubungi Kepala Desa Buku Limau yang berada dalam kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah di perairan Olivier.
Kepala Desa Buku Limau, Muhlisin ketika dikonfirmasi wartawan terkait pertemuan
tersebut mengaku tidak menerima undangan sehingga tidak menghadiri FGD itu.
"Lucu kalau FGD
kapal isap, kalau kami tidak di undang. Tapi yang pasti, saya tidak tahu
undangannya atau kelewatan atau gak ada, kurang tahu, yang jelas saya endak
terimah undangan,"
Menurutnya pulau dengan
penduduk lebih kurang 879 jiwa tersebut mayoritas adalah nelayan yang
menggantungkan hidupnya di laut.
"Secara garis besar
kami nelayan pasti nolak kapal isap, tidak ada kata toleransi apa pun itu,”
ujarnya via selular, Kamis(10/2) malam.
Bahkan secara tegas
Muchlisin menyatakan dirinya siap pasang badan dan secara umum nelayan di Pulau
tersebut siap melawan.
"Jadi apa pun
iming-imingnya kami kapal isap, anti lah pokoknya, mau yang 38 desa setuju,
biar lah kami perang sendiri," tegasnya.
Muchlisin juga menjelaskan
jika rencana tersebut dijalankan maka dipastikan nelayan di pulau itu akan
merasakan dampaknya secara langsung, karena dampak limbah dari kapal isap
beroprasi kurang lebih 3 sampai 7 mil menurutnya akan membuat air laut keruh.
"Antara perbatas Desa
Baru dengan Desa Buku Limau itu di karang tiga, yang merupakan daerah tangkap
ikan, kalau dari Muara Manggar itu sekitar 2 mil lebih, itu masih kena. Jadi
habis lah buku limau,"
Muchlisin juga mengharapkan
sikap tegas dari Pemerintah Kabupaten Belitung Timur mengingat dampak yang akan
ditimbulkan kepada nelayan.
"Kalau masuknya
kapal isap di laut olivier, berarti dampaknya sangat merugikan kami. Oke lah
kalau misalnya mereka mau menjanjikan, tapi sesuatu itu kan cuma instan, panca
tambang nanti, anak cucu kami kedepan, selesai,” tandas Muclisin. (tim)