Guru Besar Fakultas Hukum Unika Prof Dr Maidin Gultom SH H Hum. IST |
SATAMEXPOSE.COM – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik (Unika) Santo
Thomas Medan Prof Dr Maidin Gultom SH H Hum sebut masalah utang piutang dan
kerjasama tidak bisa dilarikan ke ranah pidana.
Menurutnya
hal ini sering terjadi di Indonesia. Sehingga dalam mengungkap sebuah kasus,
pihak kejaksaan maupun kepolisian harus melihat dari niat kejahatan (mens rea).
Kata
Maidin, fenomena kasus perdata yang kerap dipaksakan ke pidana sering kali
terjadi di Indonesia. Contohnya putusan majelis hakim yang baru-baru ini
terjadi yaitu kasus antara PT DBG dan PT GPE di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Terdakwa
yang merupakan Komisaris PT DBG Robianto Idup, tidak terbukti bersalah
melakukan penipuan karena antara kedua belah pihak sudah ada perjanjian kerja.
Dengan demikian kasus ini masuknya ke ranah perdata.
Selain
itu, lanjutnya, ada kasus lain yakni peristiwa yang dialami oleh Jerry alias
Kok Min. Dia dilaporkan oleh Haryanto Willem pemilik CV Wira Duta Baja Makmur
terkait ikatan jual beli besi. Kasus ini disidang di Pengadilan Negeri Medan
beberapa bulan lalu.
Dalam
putusan persidangan Majelis Hakim menyatakan kasus tersebut adalah perdata. Menurutnya,
apa yang dilakukan oleh oknum aparat penegakan hukum dalam kasus perdata
menjadi pidana merupakan sebuah kriminalisasi.
"Aparat
penegak hukum seperti Polisi dan Jaksa harus waspada bila ada aduan atas
masalah perdata ke pidana," kata Prof Maidin.
Menurutnya,
masalah utang piutang dan perjanjian kerja tidak bisa dilaporkan ke ranah
pidana. Maka dari itu penegak hukum harus paham jika pidana itu harus ada niat
jahat (mens rea) atau actus reus.
"Kalau
tidak ada niat jahat dalam masalah tersebut, maka yang terjadi adalah masalah
perdata. Kemungkinan masih banyak kasus seperti ini terjadi di Indonesia,"
sebut Prof Maidin.
Prof
Maidin menjelaskan, Pasal 19 ayat (2) UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, telah mengatur bahwa sengketa utang piutang tidak boleh dipidana
penjara.
Pasal
tersebut berbunyi "Tidak seorangpun
atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas
alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang".
Jika
merujuk Pasal 19 ayat (2), walaupun ada laporan yang masuk ke pihak kepolisian
terkait sengketa utang piutang, pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang
karena ketidakmampuannya membayar utang.
Oleh
sebab itu, peran dan integritas penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan,
hakim dan advokat sangat diharapkan untuk tidak merusak sistem peradilan yang
ada atau dengan memidanakan suatu perbuatan hukum perdata.
Sebab,
kata dia, dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah
melakukan perbuatan yang bertentangan atau bersifat melawan hukum. Untuk
pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan pebuatan itu
mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective
guilt).