Amel saat menjalani sidang di PN Tanjungpandan. SatamExpose.com/Ferdi Aditiawan |
TANJUNGPANDAN,
SATAMEXPOSE.COM - Tangis terdakwa Syarifah Amelia kembali pecah dalam menjalani
perkara dugaan tindak pidana pelanggaran Pilkada Beltim.
Kali
ini perempuan yang akrab disapa Amel menangis saat menyampaikan nota pembelaan
(pledoi) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tanjungpandan, Senin
(30/11/2020) malam.
Kubu
Amel menyampaikan pledoi lebih dari 90 halaman. Pembacaan pledoi dilakukan
secara bergantian dimulai oleh terdakwa sendiri dan dilanjutkan oleh 10
penasihat hukum yang mendampinginya.
Bahkan
suasana persidangan menjadi hening, beberapa kerabat, keluarga dan relawan juga
sempat ikut menangis saat mendengarkan pledoi dari Ketua Tim Relawan Berakar
ini.
Dalam
pledoinya, Amel mengaku tak menyangka begitu panasnya konstalasi politik ini
hingga dirinya terseret ke meja hijau. Selain itu, sampai saat ini tidak pernah
bisa ia mengerti dimana letak kesalahannya.
Amel
mengatakan, ia tidak habis pikir upaya untuk bisa turut serta mewujudkan pilkada
bersih justru menjadikannya terdakwa dan harus duduk di kursi pesakitan.
Selama
perjalanan hidup berusaha untuk kemajuan masyarakat Belitung, lanjut Amel,
tidak pernah terbersit sedikitpun apalagi melakukan suatu perbuatan menghasut masyarakat
untuk melawan hukum. Terlebih melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya.
"Terdapat
banyak kebingungan yang tak mampu saya pecahkan. Dalam prosesnya, laporan yang
awalnya terkait penghasutan ini kemudian berubah menjadi terkait unsur pidana
memfitah, sebagaimana tertera pada surat dakwaan," ucap Syarifah Amelia di
hadapan majelis hakim.
Padahal,
kampanye yang ia lakukan pada 14 oktober 2020 lalu adalah kampanye resmi, yang
dihadiri oleh seluruh komponen penyelenggara pemilu, baik unsur Bawaslu maupun
KPU, pihak kepolisian serta Babinsa.
Tiga
orang pengawas kecamatan serta satu orang anggota KPU Kabupaten Belitung Timur
dan satu orang PPK selaku pihak yang diamanahi UU untuk mengawasi jalannya
kampanye telah melakukan penilaian dan kajian kemudian membuat laporan yang
menyatakan kampanye berjalan baik dan lancar.
Namun
dua minggu kemudian muncul laporan penghasutan dari warga yang mengaku tim
sukses salah satu paslon. Kebingungannya terkait tuduhan ini terus berlanjut
selama proses pembuktian tuntutan oleh JPU.
Saksi
fakta dari satu lembaga negara yang sama memberikan kesaksian berbeda, ditambah
kaburnya batasan antara mana yang menjadi asumsi pribadi mana yang menjadi
sikap lembaga.
“Belum
lagi kejanggalan ketika ternyata pihak yang menangani kasus sejak awal di
Bawaslu ternyata adalah pihak yang merasa menjadi korban dari ucapan saya,
bagaimana mungkin kasus saya dapat dikatakan objektif dari awal,” sebut Amel.