Masyarakat penambang saat melaporkan Satpol PP Pemprov Babel ke Polres Belitung. SatamExpose.com/Aldhie |
TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM – Peristiwa kericuhan antara penambang dan tim gabungan Pemprov Babel di kawasan Hutan Lindung Pantai (HLP) Aliran Sungai Sengkelik, Desa Sijuk, Sijuk beberapa waktu lalu berbuntut panjang.
Setelah pihak Pemprov Babel melalui Kasatpol PP Yamoa Harefa melaporkan pengerusakan asset negara berupa mobil dan motor dinas milik pemprov, kini giliran penambang melaporkan pengerusakan terhadap alat tambang masyarakat.
Senin (11/11/2019) sore, beberapa masyarakat penambang dari Sijuk mendatangi Polres Belitung untuk melaporkan tindakan tim gabungan yang melakukan pembakaran terhadap alat tambang saat melakukan razia.
Dodi Darma Saputra, salah seorang masyarakat mengatakan pelaporan ini dipicu tindakan Satpol PP Pemprov Babel sebelumnya yang melaporkan pengerusakan mobil dinas.
Padahal sebelumnya telah disepakati dalam perjanjian damai yang disaksikan Kapolres Belitung AKBP Yudhis Wibisana dan Dandim 0414 Belitung Letkol Inf Indra Padang.
Dalam perjanjian damai tersebut dinyatakan bahwa kerugian masing-masing pihak akibat terjadinya kericuhan tersebut ditanggung masing-masing pihak. Namun pihak pemprov sepertinya tidak mentaati perjanjian tersebut dan melapor ke pihak kepolisian.
Dodi Darma mengatakan pelaporan ini juga dikarenakan masyarakat juga telah mengalami kerugian atas tindakan pembakaran alat tambang oleh Satpol PP provinsi saat melakukan penertiban.
"Jadi kawan-kawan kita merasa telah banyak rugi, jadi melapor juga. Berhubung disana melapor juga. Karena mereka lapor jadi melapor juga," kata Dodi Darma Saputra yang merupakan warga Jalan Taruna RT 12/06 Desa Sijuk.
Menurut penuturan Dodi Darma, masyarakat sudah lama tidak melakukan aktivitas tambang di lokasi tersebut. Namun peralatan tambang masih berada di dalam kawasan hutan.
Ia berkilah, untuk memindahkan peralatan tambang keluar dari lokasi itu memerlukan banyak biaya. Sehingga para penambang memilih meninggalkan peralatannya yang bernilai cukup tinggi di lokasi tersebut.
"Kitakan memang sudah lama tidak jalan, ponton itu sudah lama tidak jalan. Ada yang sudah tidak dapat timah lagi, datang-datang tanpa ada pemberitahuan langsung main bakar saja," papar Dodi.
Jumlah ponton dibakar cukup banyak, hingga mencapai belasan ponton. Bahkan Satpol PP tidak hanya membakar peralatan tambang, namun juga memotong selang hingga drum.
"Ada sekitar 17 ponton habis terbakar. Ada mesin, ada sakan. Ada selang yang dipotong, bahkan dipotong, ditampas itu drum-drumnya," tambah Dodi Darma saat ditemui SatamExpose.com di Polres Belitung.
Menurut Dodi Darma, kericuhan bermula saat warga melihat asap hitam mengepul dari lokasi tambang masyarakat. Melihat hal itu, masyarakat berkumpul dan menuju ke lokasi tambang untuk mengeceknya.
"Kami-kami ini melihat kepulan asap itu, kami tidak tahu karena tidak ada di lapangan. Itulah bergegas langsung ke lokasi. Pikir mau melihat jugakan, ada yang nangis disitu kawan-kawan alatnya sudah habis begitu, itulah kejadiannya," sebut Dodi Darma.
Ia berharap masyarakat penambang memperoleh keadilan di mata hukum. Meskipun ia menyadari tindakan anarkis yang dilakukan para penambang tidak bisa dibenarkan, namun pembakaran alat tambang juga salah.
"Harapannya sih biar bisa berimbang saja dihukum. Kami rasa dia (Satpol PP) salah juga perbuatannya, walaupun kami ada juga, katanya itu tempat terlarang. Kami tahunya kerja aja, tapi jelas salah juga, main bakar seperti itu. Itukan tidak ada di undang-undang, main bakar main tampas semua," jelas Dodi Darma.
Penambang lainnya, Darno yang juga merupakan warga Jalan Sijuk, Desa Air Selumar, Sijuk mengatakan pelaporan ini sebagai respon atas tindakan Satpol PP yang juga melaporkan kerusakan usai peristiwa tersebut.
"Kemarenkan sudah ada pernyataan damai, sempat dihadiri Kapolres dan Dandim. Kok tiba-tiba di media Kasatpol PP (Yamoa, red) melapor lagi, jadikan imbang," kata Darno menimpali pernyataan Dodi Darma.
Meskipun kedua belah pihak sudah melapor secara resmi, ia tetap berharap permasalahan ini berakhir damai antara pihak Satpol PP dan masyarakat penambang.
"Jadi jalan seterusnya, tergantung pihak hukumlah. Kalau bisa penambang dengan Kasat Pol PP (Yamoa) berdamailah, damai secara hukum. Kalau kemarin tidak sah, di kantor camat. pihak penambang minta solusi kepada aparat hukum," sebut Darno.
Pelaporan yang dilakukan masyarakat penambang dibenarkan Kasat Reskrim Polres Belitung AKP Erwan Yudha Perkasa. Erwan mengatakan Polres Belitung saat ini telah menerima laporan tersebut.
"Iya, pada intinya mereka membuat laporan atas kejadian pembakaran tersebut, yang dilaporkan Satpol PP provinsi," kata AKP Erwan Yuda Perkasa kepada SatamExpose.com di Pandan House.
Setelah menerima laporan tersebut, pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan dan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. "Tindakan dari kepolisian ya menerima laporan, melakukan penyelidikan sama pemeriksaan terhadap saksi-saksi," ujar Erwan. (als)