Gambar 3 – Sebaran patahn aktif di kawasan Asia Tenggara
(Sumber: Simon, dkk., 2007; Metcalfe, 2011a, 2013a)
|
TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM – Kecamatan Selat
Nasik, Belitung menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini usai adanya statement BPBD Provinsi Babel yang menyebutkan adanya patahan sepanjang 3,3 kilometer.
Bagaimana tidak, masyarakat Belitung dan
Babel pada umumnya meyakini wilayah ini aman dari bencana gempa bumi. Sontak
statement tersebut memicu keresahan masyarakat, bahkan mendapat tanggapan resmi
dari pemerintah daerah setempat.
Mahasiswa Strata III School Of Mining
Engineering University of the Witwatersrand, Johannesburg, South Africa Veri
Yadi mengatakan bahwa isu tentang adanya patahan di Selat Nasik yang
dapat mengakibatkan gempa terbantahkan secara ilmiah.
Ia menjelaskan, Belitung yang merupakan bagian
dari Sub-Lempeng Sundaland. Wilayah ini berdasarkan peta patahan aktif di
kawasan Asia Tenggara, berbatasan dengan beberapa lempeng aktif yang bergerak
dengan kecepatan 5 sentimeter pertahun.
Lempeng Filifina di
timur bergerak ke arah Barat Laut,
Sub-Lempeng Australia di Selatan bergerak ke arah Timur Laut, dan
Sub-Lempeng India yang terdapat di Barat bergerak ke arah Timur laut. South
China Block bergerak ke arah Tenggara di arah Timur dan Lempeng Eurasia di
Utara yang bergerak ke Timur.
Gambar 3 – Sebaran patahn aktif di kawasan
Asia Tenggara
(Sumber: Simon, dkk., 2007; Metcalfe, 2011a, 2013a)
|
Veri Yadi juga menambahkan, Prof Ian MacCalfe
dari University of New England Australia memodifikasi peta Simon dkk (2007) tersebut
dengan menambahkan Sundaland Core. Peta ini lebih melihat dengan skala detail
gambaran struktur aktif di Pulau Belitung.
Sundaland Core ini dibatasi oleh Patahan
Sungai Merah di Timur Laut, Palung Sunda di Timur, Patahan Jawa di Selatan, dan
Patahan Sangaing di Barat.
“Dengan mempelajari peta tersebut yang
menjelaskan adanya patahan aktif serta pegerakan lempeng konvergen dan
divergen, maka Belitung tidak berada di zona aktif tersebut,” jelas Veri Yadi
kepada SatamExpose.com.
Selain itu, jelas Veri Yadi, penelitian juga
pernah dilakukan untuk mempelajari dinamika pergerakan dasar samudera akibat
aktivitas tektonik dan vulkanik oleh Prof Sabin Zahirovic dan tim dari
University of Sydney, Australia.
Penelitian ini menggunakan instrumen Global
Multi-Resolution Topography yang diperkenalkan oleh Ryan, dkk (1999).
Penelitian ini dilakukan di tiga wilayah yaitu West Natuna Basin dengan
penampang melintang Barat Laut Tenggara (Penampang A – A’), Cekungan Semantan
dari Barat ke Timur (B – B’) sekitar kepulauan Riau, dan Selatan Sumatera ke
arah Timur Laut melewati Selatan Pulau Belitong (C – C’).
Hasil dari analisa Global Multi-Resolution
Topography menunjukkan penambang C – C’ tidak menunjukkan pergerakan tektonik
ataupun vulkanik dengan mengamati pergerseran pada dasar Samudera.
Dari gambar 4 di bawah pada penampang C – C’
ada indikasi fluktuasi anomali batimetri sekitar 20 sampai 40 meter terhadap
Palung Sunda dan mengindikasikan adanya gejala yang dinamakan Billiton
Depression (BD) yang di blok dengan warna hijau.
“Nilai indikasi fluktuasi anomali batimetri
ini sangat kecil sehingga dianggap tidak berbahaya,” tambah Veri Yadi.
Gambar 4
Gambar 4
tersebut merupakan analisa pergeseran dasar samudra yang diakibatkan oleh
aktivitas vulkanik maupun tektonik menggunakan Global Multi-Resolution
Topograph. Penampang C – C’ yang sangat dekat dengan Belitong terindikasi ada
fluktuasi anomali batimetri namun relatif kecil sekitar 20 – 40m terhadap
Palung Sunda. (als)